Penulis : Mulyadi T Bua
Luwuk, Banggaiplus.com-Mandi Safar di Bulan Safar dalam penanggalan Islam merupakan sebuah tradisi “Tolak Bala” warisan leluhur yang hingga kini masih tetap eksis dan dilaksanakan di beberapa tempat di nusantara.
Hari ini Minggu, 18 September 2022 bertepatan dengan penanggalan Islam 21 Safar 1444 hijriah. Masyarakat di Kelurahan Mendono dan Mondonun Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, melalukan ritual Mandi Safar di Sungai Mendono.
Belum diketahui secara pasti sejak kapan tradisi itu mulai digelar di Mendono. Namun menurut tetua kampung ritual tersebut sudah dilalukan sejak puluhan tahun silam.
Masyarakat setempat meyakini, pada bulan Safar banyak penyakit dan bencana sehingga tradisi ini dilakukan untuk tolak bala.
Sehingga keyakinan secara turun temurun, ritual itu dijadikan sarana untuk pengobatan dari penyakit, tolak bala (menjauhkan Kesialan) termasuk agar kampung terhindar dari bencana alam.
Dalam prosesi ritual itu, ada beberapa lelaku atau amalan seperti pembacaan doa oleh imam kampung. Kemudian merendam kain yamg sudah ditulis do’a-do’a dan simbol-simbol tertentu (Rajah) di aliran sungai.
Setelah seluruh rangkaian ritual dilakukan oleh imam kampung selesai, barulah warga dipersilahkan mandi. Selain mandi tak sedikit warga yang mengambil air sungai yang telah dibacakan doa tadi. Air tersebut biasanya diberikan kepada kerabat mereka yang tak sempat ikut dalam ritual itu, karena terbaring sakit atau untuk menyiram rumah dan tempat usaha mereka.
Rangkaian akhir tradisi tersebut seluruh warga menikmati jamuan sederhana, yang dibawa mereka masing-masing.
Namun tradisi seperti itu, dinilai oleh beberapa kalangan, tidak selaras dengan hukum syariat Islam.
Merujuk dari anggapan atau penilaian itu, merupakan fenomena sosial keagamaan dan budaya yang cukup kompleks, menarik dan unik.
Di satu sisi dianggap mendatangkan manfaat bagi sebagian pihak, namun di sisi lain memunculkan sikap pro dan kontra dalam kehidupan spritual dan sosial masyarakat.
Aspek Agama
Dengan beragam bentuk perilaku spritual di nusantara ini, banyak menimbulkan anggapan di kalangan masyarakat umum. Contohnya seperti ritual mandi safar, yang dianggap menjadi bagian dari ritual keagamaan, khususnya agama Islam, yang harus dijalankan.
Bahkan dianggap oleh sebagian kalangan ritual-ritual tersebut ada dasar hukumnya dan termasuk ajaran dari agama Islam itu sendiri.
Inilah yang kemudian menjadi pemicu munculnya kelompok yang pro dan kontra di kalangan umat Islam. Kelompok yang pro tentunya menganggap ritual tersebut merupakan ritual yang diajarkan tetua atau nenek moyang secara turun temurun, dengan memiliki nilai-nilai kebaikan.
Sedangkan kelompok yang kontra beranggapan bahwa ritual-ritual tersebut tidak memiliki dasar hukum dalam al-Qur’an maupun sunnah, oleh karenanya dianggap masuk dalam kategori Bidah
Aspek Sosial
Dari aspek sosial, tradisi dan budaya masyarakat dimasing-masing daerah tentu mempunyai berbagai macam maksud dan tujuan. Diantaranya adalah fungsi sosial.
Dalam hal ini, fungsi sosial dipahami bahwa kehadiran tradisi semata-mata sebagai refleksi penguat atau kesetiakawanan sosial. Selain itu, kedudukan tradisi dalam kehidupan keberagaman masyarakat sebenarnya merupakan kesatuan dalam fungsi yang sama.
Nilai-nilai spritual dalam agama, disadur untuk menjadi instrumen penguat perilaku sebuah tradisi, yang kemudian kemasan dan pola penerapannya menjadi ‘kuat’ dan mengakar di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat.
Hal tersebut kemudian menjadi fungsi sosial yang mengandung kebersamaan atau kesetiakawanan. Sebab budaya sebagai salah satu bentuk perilaku manusia dengan berdasarkan norma-norma yang dianut secara bersama. Dengan tujuan menyatukan persepsi dan aspirasi manusia dalam mewujudkan norma, moralitas serta nilai-nilai kebaikan sesama makhluk sosial.**