Aktifitas Kapal Pengangkut BBM di Pelabuhan Saiyong Bangkep, Langkahi UU Pelayaran dan Permenhub

AKTIFITAS - Situasi Bongkar Muat Kapal Feri Penyebrangan Luwuk -Salakan di Pelabuhan Saiyong Kabupaten Banggai Kepulauan. Di Pelabuhan ini Juga Menjadi Pusat Aktifitas Kapal Pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM). (Foto : adhi bua)
banner 728x250

Bangkep, Banggaiplus.com – Aktifitas bongkar muat kapal pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) di pelabuhan Saiyong Kabupaten Banggai Kepulauan, di duga melanggar Pasal 322 jo Pasal 216 ayat (1) Undang-Undang Pelayaran Indonesia dan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 16 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penanganan dan Pengangkutan Barang Berbahaya di Pelabuhan.

Meski demikian, sejumlah kapal pengangkut BBM bebas melakukan aktifitas bongkar muat di pelabuhan feri Saiyong, tanpa ada tindakan hukum dari institusi yang bersinggungan dengan hal tersebut.

Lemahnya pengawasan dari institusi hukum membuat pengusaha leluasa melakukan aktifitas bongkar muat BBM secara ilegal.

Dalam ketentuan, bongkar muat bahan atau barang berbahaya seperti BBM, wajib dilakukan di pelabuhan khusus, yang dilengkapi dengan fasilitas khusus dengan pertimbangan keamanan.

Hal tersebut telah ditetapkan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 16 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penanganan dan pengangkutan barang berbahaya di Pelabuhan.

Matheus Noya Kepala Wilayah Kerja Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. (KPLP) Salakan, yang di temui wartawan di Kantornya Selasa (11/3/2925) mengakui jika aktifitas bongkar muat BBM di pelabuhan penumpang tidak dibolehkan. Karena hal itu diatur dengan Undang-Undang Pelayaran. Namun karena pertimbangan sosial sehingga aktifitas tersebut diberikan kebijakan.

“Kalo berbicara regulasi, aktifitas kapal minyak di pelabuhan penumpang memang tidak dibolehkan. Tetapi ketika kapal penumpang/feri berlabuh secara bersamaan maka kapal BBM dihentikan atau belum dibolehkan melakukan aktifitas apapun. Alasan lain, dengan pertimbangan sosial, dimana masyarakat membutuhkan BBM sehingga kebijakan izin pelayaran dan izin tambat dikeluarkan. tuturnya.

Selain alasan sosial itu, pengusaha atau perusahan pemilik kapal BBM, hanya dengan dasar kebijakan itu, menjadi regulasi pembenar untuk melakukan aktifitas ilegal di pelabuhan Saiyong.

Hal senada juga disampaikan oleh Rahim Bakri, Koordinator Pelabuhan Penyeberangan Salakan Saiyong. Dia menjelaskan jika diperhadapkan dengan peraturan Nomor PM 16 Tahun 2021 jelas bertentangan dengan regulasi tersebut.

Koordinator pelabuhan itu, mengakui ada empat kapal pengangkut BBM yang beraktifitas di pelabuhan Feri Saiyong, dan pihaknya menarik retribusi jasa tambat yang besaran biayanya mengacu di Peraturan Daerah Provinsi (Sulteng).

“Untuk kapal khusus yang mengangkut bahan berbahaya seperti gas elpiji dan BBM, aktifitas bongkar muatnya wajib dilakukan di pelabuhan khusus, sesuai peraturan menteri perhubungan RI. Soal penarikan retribusi kasa tambat, kami mengacu pada peraturan daerah Provinsi Sulteng. Namun lebih jelasnya silahkan konfirmasi ke Dinas Perhubungan Sulteng,” imbuhnya.

Setelah ditelisik lebih jauh, keterangan Rahim Bakri untuk menarik retribusi tambat/labuh Kapal BBM tidak terdapat dalam Perda Provinsi Sulteng Nomor No.03 Tahun 2007 tentang Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal Pada Pelabuhan Regional di Provinsi Sulawesi Tengah, justru tidak mengatur tentang pungutan retribusi pada kapal khsus pengangkut BBM. Hanya kapal penumpang, kapal barang dan kapal ikan yang diatur besaran biaya retribusi jasa tambat/labuh yang dalam regulasi regional tersebut.

Untuk mengentaskan praktek ilegal tersebut, aparat penegak hukum, segara mengambil langkah tegas sesuai ketentuan perundang-undangan. (bp01)

error: Content is protected !!