Luwuk, Banggaiplus.com – Jelang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, seluruh Partai Politik (Parpol) yang menjadi kontestan, telah merumuskan strategi jitu untuk menuai simpatik pemilih.
Ada strategi normatif namun ada pula praktek politik culas yang menggunakan fasilitas atau mendompleng program pemerintah. Sudah menjadi rahasia umum, setiap parpol yang berkuasa berkamuflase pada program pemerintah untuk menarik simpati konstituen. Salah satu diantaranya program pemerintah yang kerap dijadikan alat politik adalah Program Keluarga Harapan (PKH).
Hal tersebut sering terjadi dibeberapa tempat seiring dengan adanya momen politik. Itu tentu sangat disayangkan, sebab telah mencederai proses demokrasi.
Sejatinya, program PKH adalah program pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Sangat tidak bijak jika PKH disusupi oleh kepentingan politik parsial.
Ada beberapa study kasus yang pernah terjadi, khususnya di Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), di momen Pileg tahun 2019 misalnya, dimana salah seorang caleg dari Partai Golkar Irwanto T Bua terindikasi kuat telah menggunakan kapasitas pegiat atau pendamping PKH di desa dan wilayah kecamatan di daerah pemilihannya, untuk mengintervensi warga agar memberikan pilihannya kepada politisi tersebut. Bahkan akronim PKH yang jadi tagline politiknya diplestkan menjadi ‘Pria Kualitas Hebat’ dan disematkan dibelakang namanya, menjadi ‘Iwan Bua, Pria Kualitas Hebat (PKH).’
Ternyata strategi ‘culas’ berhasil mengisi pundi-pundi suara dan ia berhasil duduk sebagai anggota legislatif. Sebab luput dari pengawasan institusi yang bersinggungan dengan kepemiluan sehingga terhindar dari penindakan sanksi hukum.
Karena lemahnya sistem pengawasan dari Panwaslu tersebut, sehingga dimomen Pileg 2024 nanti, nampaknya akan terulang kembali. Indikasinya jelas, hal itu ditandai dengan adanya rumor yang telah menjadi wacana publik Bangkep.
Bahkan rumor itu semakin menguat, searah dengan pergerakan masif oleh seluruh pendamping PKH kecamatan untuk mengintervensi warga, agar pilihannya diarahkan pada partai penguasa yakni PDI Perjuangan, termasuk partai banteng moncong putih di Bangkep.
Bukan tanpa alasan pergerakan pendamping PKH menjalankan kerja-kerja politik untuk pemenangan PDI-P di Bangkep. Sebab konon katanya ada instruksi dari salah seorang oknum pejabat di Kementerian Sosial RI, agar pendamping PKH memenangkan PDI-P diwilayah tugas mereka.
Tak heran jika pendamping PKH di tingkat kecamatan tidak ada pilihan lain, selain melaksanakan polarisasi politik meski bertentangan dengan konstitusional, karena ada rasa ketakutan terkait posisi mereka sebagai pendamping program PKH diwilayah kerja mereka.
Seiring dengan berjalannya waktu, beberapa bulan belakangan ini, rumor tersebut semakin terkuak fakta kebenarannya, hal itu dapat dilihat dari adanya dugaan oknum pendamping PKH Kabupaten Bangkep yang sering berkordinasi dan membangun komunikasi dengan petinggi Partai PDI-P Bangkep. Pertemuan mereka tak lain memformulasikan strategi pemenangan dengan membonceng pada program pemerintah tersebut.
Ada fakta lain, yang justru membenarkan rumor yang berkembang si Bangkep saat ini. Mengulang kesuksesan, Irwanto I T Bua dengan menggunakan tagline politik ‘Pria Kualitas Hebat’. Kali ini akronim PKH diplesetkan oleh pegiat PKH menjadi ‘Pejuang Kemenangan Herwin’.
Siapa Herwin Yatim ?. Ia mantan bupati Banggai yang diketahui sebagai salah seorang Caleg DPR-RI, PDI Perjuangan Dapil Sulteng. Ini semakin jelas kalo Program Nasional PKH dijadikan tunggangan politik.
Irwanto I T Bua, dimintai tanggapannya soal fenomena politik yang terjadi di Bangkep ‘ogah’ memberikan tanggapannya. Pasalnya ia enggan masuk ke ranah itu, dengan dalih menjaga etika politik.
“Saya tidak akan mengomentari soal itu. Silahkan wartawan lakukan investigasi untuk mengungkap sejauh mana fakta kebenarannya terkait rumor yang berkembang kini. Investigasi perlu dilakukan, agar rumor itu tidak menjadi liar dan tidak berpotensi kekisruhan politik. Sekaligus tak menciderai proses demokrasi yang sudah terbangun dewasa ini,” tuturnya politis.
Aspek Hukum;
Dilihat dari aspek hukum, penyalahgunaan jabatan pendamping dan memanfaatkan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk dukungan kepada salah satu partai politik maupun oknum politisi, menurut salah seorang praktisi hukum Fahmi H Bachmid, dikutip dari Merdeka.com menyebutkan, hal itu sangat menciderai proses demokrasi dan siapa saja yang terlibat kasus tersebut harus masuk ranah pidana.
“Kasus ini harus ditindak tegas. Ini uang negara yang dipakai bantuan dan khusus bagi mereka yang sangat miskin yang dikeluarkan berdasarkan pertimbangan sosial, sehingga melahirkan regulasi yang mengikat, artinya ini ada penyalahgunaan uang negara,” kata Fahmi H Bachmid.
Oleh sebab itu, Fahmi mendesak Panitia Pengawas Pemilu dan Badan Pengawas Pemilu harus serius dalam mengusut tuntas kasus tersebut. Bahkan, kasus tersebut sangat dimungkinkan terjadi di banyak daerah di Indonesia.
Fahmi H Bachmid menambahkan, Panwaslu di level daerah bahkan Bawaslu harus melakukan monitoring bahkan melaporkan kepada institusi yang berkompeten bila menemukan kasus seperti itu.
“Kasus penyalahgunaan program Pendamping Keluarga Harapan bisa ditindak secara hukum pidana. Warga atau organisasi masyarakat, LSM dan insan pers dapat melaporkan kasus ke Bawaslu/Panwaslu, tapi dengan catatan harus disertai dengan alat bukti yang kuat serta saksi-saksi yang akurat, oknumnya bisa dipidanakan,” tandasnya.
Penulis: Mulyadi T Bua (Pimpinan Umum Banggaiplus.com)