Bangkep, Banggaiplus.com – Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) berhasil mengungkap fakta sebenarnya di balik laporan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah hukum Polres Banggai Kepulauan (Bangkep), Sabtu (11/10/2025).

Kasus ini bermula dari laporan seorang pria berinisial “FK” yang menduga anaknya, “AR” (5), menjadi korban child trafficking dan dijual oleh mantan istrinya, “SPS”.
Setelah menerima laporan tersebut Polda Sulteng menugaskan Kanit 2 Subdit 4 Ditreskrimum Polda Sulteng AKP. Dicky Armana Surbakti. Kemudian atas dasar laporan tersebut penyidik Ditreskrimum Polda Sulteng melakukan penyelidikan serta pencarian posisi keberadaan bocah tersebut.
Setelah melakukan pendalaman kasus, akhirnya Ditreskrimum mengendus keberadaan anak laki-laki itu, ternyata bocah tersebut berada ditangan seorang wanita berinisial “YL” yang berdomisili di Desa Somondung Kecamatan Bulagi Bangkep. Tak menunggu lama AKP. Dicky Armana Surbakti langsung berkoordinasi dengan Kasat Reskrim Polres Bangkep AKP. Anton S. Mowala.
Selanjutnya Tim gabungan Ditreskrimum Polda Sulteng, Satreskrim Polres Bangkep
Kapolsek Bulagi beserta 4 personel Bhabinkamtibmas dan 2 personel dari Tim UPTD DP3A Kabupaten Banggai, bergerak menjemput anak tersebut di kediaman “YL” Desa Somundong.
Kasat Reskrim Polres Bangkep AKP. Anton kepada wartawan mengatakan, setelah itu pihak kepolisian mengundang perangkat pemerintahan desa untuk melakukan mediasi dan memaparkan kepada pihak keluarga serta masyarakat setempat agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, dengan cara preventif tersebut sehingga pihak keluarga bersedia menyerahkan bocah tersebut kepada orang tua kandungnya.
Dalam kesempatan wawancara AKP. Anton, menjelaskan detail kronologisnya sebagai berikut, awalnya “FK” dan “SPS” pasangan suami istri. Mereka menikah 24 Februari 2014 di Kota Palu. Dari pernikahan itu mereka di karuniai dua orang anak masing-masing “MR” dan “AR”. Namun di tahun 2020, pasutri tersebut bercerai. Masing-masing sepakat anak sulung “MR” diasuh oleh “FK” sementara mantan istrinya “SPS” mengasuh “RA” yang ketika itu baru berusia delapan bulan.
Berjalannya waktu pasca perceraian “FK” tidak memenuhi kewajibannya untuk menafkahi “AR”. Karena anaknya tidak mendapat nafkah dari mantan suaminya akhirnya “SPS” berusaha untuk menafkahi anaknya dengan menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri.
Selama menjadi TKW “SPA” menitipkan “AR” yang ketika itu masih berusia delapan bulan dititipkan kepada salah seorang kerabatnya dekatnya. Setelah menjadi TKW “SPS” beberapa kali mengirimkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Namun belakangan mereka kehilangan kontak dan komunikasi diantara mereka terputus.
“Karena dalam kurun waktu yang relatif lama dan tidak diketahui keberadaan anak tersebut, ayahnya menduga jika bocah “AR” telah dijual oleh “SPS” kepada kerabatnya itu dan kemudian melaporkan ibunya ke Polda Sulteng telah menjual anaknya,” tutur AKP. Anton.
Setelah dilakukan pendekatan kekeluargaan akhirnya “YL” bersedia menyerahkan kembali “AR” ke pangkuan ibunya setelah empat tahun lebih dua bulan berpisah.(*/bp01)