Bagi Sugianto Tamoreka, Tuala Sebagai Simbol Ekspresi Untuk Bersikap Mengayomi

Bangkep, Banggaiplus.com – Banyak filosofi dan simbol kearifan lokal yang terlupakan, bahkan termarginal dalam ruang hitam peradaban moderen. Padahal simbol kearifan lokal adalah manifestasi sebuah pengakuan serta menjadikan bagian terpenting dari budaya komunitas adat tertentu.

Tetapi simbol itu tidak hanya menjadi tanda sebuah identitas, namun mengandung kesakralan dan nilai-nilai keyakinan bagi mereka yang menggunakannya.

Tuala atau ikat kepala bagi kaum laki-laki di komunitas adat Banggai misalnya, eksistensinya di peradaban moderen, nampaknya telah menampakkan tanda-tanda tak nyaman berada diruang kultural komunitas adat. Ini sebuah ancaman serius, jika tidak ada pihak yang menceburkan diri untuk menyelamatkan simbol lokalitas itu dari derasnya arus digitalisasi saat ini.

“Kalo bukan kita siapa lagi yang menyelamatkan simbol-simbol kearifan lokal”. Mungkin ungkapan itu yang kemudian menjadi motivasi bagi figur yang satu ini. Dia berani tampil sebagai lokomotif bagi generasi milenial untuk menyelamatkan kearifan lokal tersebut.

Siapa dia ?. Dia adalah Sugianto Tamoreka yang kini populis sebagai salah seorang calon Bupati Banggai Kepulauan di Pilkada 2024. Dibeberapa moment formal dengan bangganya dia menjadikan Tuala (Ikat Kepala) sebagai identitas personalnya. Apa yang dia lakukan memang terbilang sederhana, namun hal itu menjadi bagian dari upaya untuk melestarikan identitas lokal dari serengan budaya inport.

Dalam satu kesempatan di hadapan ratusan warga Desa Seasa, Kecamatan Bulagi, Sugi sapaan akrab Sugianto Tamoreka menjelaskan awal mula dirinya menggunakan Tuala.

Politisi yang berpenampilan nyentrik ini mengaku pertama kalinya menggunakan Tuala, bukan hanya karena keinginannya sendiri. Namun
pertama kali dirinya menggunakan ikat kepala itu, disematkan langsung oleh Tomundo Banggai, selaku pemangku adat tertinggi di tanah Babasalan. Penyematan itu ketika dirinya menjadi salah seorang delegasi untuk menghadiri sebuah helatan di Thailand.

Sontak saja moment itu memicu rasa bangganya untuk setia menggunakan Tuala sebagai identitasnya personalnya.

Karena dia meyakini, Tuala bukan hanya sebuah aksesoris untuk melengkapi penampilannya di forum-forum formal. Namun dari pengakuannya, Tuala memiliki filosofi dan makna tersendiri bagi kehidupan pribadinya. Baginya Tuala telah membentuk karakter, kepribadiannya dan telah menuntun dirinya untuk mengekspresikan nilai-nilai luhur tetua agar lebih bersikap lebih sederhana, bijaksana dan mengayomi antar sesama.

Apa yang dilakukannya itu, menimbulkan reaksi berlebihan dari orang-orang dalam komunitas tertentu. Mereka bersikap nyinyir bahkan menyerukan pernyataan minor yang dikaitkan dengan momen politik. Namun politisi satu ini, menampik dengan tegas, kalau dirinya tidak punya niat untuk menggunakan simbol-simbol lokal tersebut, untuk kepentingan politik.

Sebab jauh dia mengaku sebelum ada momen politik, dia sudah sering menggunakan simbol lokalitas itu pada kegiatan formal maupun non formal.

“Tidak ada niat terbesit sedikitpun dalam benak saya untuk menggunakan simbol kearifan lokal sebagai identitas politik saya. Tapi jika kami terpilih kelak, kami akan menciptakan Bangkep menjadi daerah yang beridentitas,” kuncinya.(bp01)

error: Content is protected !!
Exit mobile version